Bukan, bukankah sudah
saatnya untuk merubah status? Memang umur 20an keatas sudah jadi waktu-waktu
yang rawan bagiku untuk menghadapi pertanyaan “kapan nikah?”,”mana pacarnya?”,
atau pertanyaan-pertanyaan lain yang sejujurnya lebih mengarah ke-kepo-an. Entah karena ingin tahu
orientasi seksual seseorang ataupun ingin memperlihatkan eksistensi mereka
dalam urusan cinta asmara dan menempatkan seseorang yang masih-sedang-akan dengan status sendiri sebagai kasta yang paling
hina dan tak berdaya.
Bukan, Bukan, menikah atau pacaran bukan hal yang segampang itu.
Bukan, bukan karena tidak mau menikah ataupun mau punya pacar. aku
harus membuktikan kepada diri sendiri dulu. kalau aku siap jiwa raga menjadi
seorang suami, seorang imam untuk dunia hingga akhirat. bekerja dengan baik,
memahami agama lebih dalam, mempersiapkan masa depan, dan memantapkan
finansial. kalau aku sudah mantap, aku akan Percaya diri dengan wanita. karena,
suami yang terbaik tidak akan rela untuk membawa pasangan hidup serta anaknya
dalam kesulitan hidup.
Bukan, bukan hanya mengandalkan
janji manis, bukan permainan kata, bukan kepastian yang terlampau lama, bukan harapan imitasi. aku hanya ingin
memberikan kepastian yang sebenarnya.menjamin tugasku sebagai suami yang
sebenarnya, untuk kini dan masa depan nanti.
Bukan, bukan, menikah bukan sebagai pilihan untuk
saling mengisi, saling melengkapi. Semuanya akan tetap habis. Seperti
matematika, jika kelebihan = 1, dan kekurangan = -1, jika dipadukan akan tetap
0. Kecuali dengan keadaan yang sama-sama kuat untuk membina hubungan. 1+1 = 2.
Bukan, menikah pun bukan sebatas menjalin hubungan cinta
dan kasih sayang, tapi lebih, untuk saling percaya, bertanggung jawab dari
dunia hingha akhirat. memindahkan cinta dan patuh seorang wanita dari kedua
orang tuanya, kepada diriku.
Bukankah aku lelaki? dan
lelaki akan diminta pertanggung jawaban dunia dan akhirat? tentu, apa yang sudah dilakukan orang tuanya
selama ini, merawatnya dengan baik dan berusaha dan bekerja keras agar anaknya
tidak berkutat dengan kesusahan, haruslah menjadi kewajibanku sekarang, sebagai
pengganti cinta baktinya.dan sebagai bukti dari kewajiban sebagai seorang
suami.
Bukankah aku menjadi orang
yang kejam dan egois, jika aku tidak memberikan apa yang orang tuanya sudah
berikan dengan susah payah, lalu kemudian hanya meminta dia untuk menurut
dengan kemauanku?
Bukan menjadi money oriented, bukan juga harus menjadi
miliarder jika ingin menikah. tapi harus punya bekal, punya langkah kedepan,
punya perencanaan.
Rencana untukku, rencana untuk keluarga, dan rencana untuk anak-anak.
Rencana untukku, rencana untuk keluarga, dan rencana untuk anak-anak.
Bukan
mendahului, walaupun memang rencana manusia tidak akan selalu sama dengan
rencana Tuhan, tentu Tuhan juga akan mengaminkan keinginan manusia yang
terbaik, tentu dengan jalan terbaik yang diberikan oleh-Nya. Dan tidak menjadi
sebuah kesalahaan atau celaan jika kata siap sudah menjadi suatu tujuan? Akan
lebih baik jika berlayar mengarungi lautan dengan kapal yang kuat dan
perbekalan yang cukup, dibandingkan dengan rakit yang lemah dan tanpa persiapan
bertahan hidup?
No comments:
Post a Comment